Pelajaran dan Depinisi ilmu pengetahuan Sosial (IPS) di SMP/Mts sederajat


 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs
1. Definisi Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs
merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa SMP
dan MTs sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009: 12) bahwa
IPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya
merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 37 yang berbunyi bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah
wajib memuat ilmu pengetahuan sosial.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sebagai mata pelajaran
yang wajib ditempuh oleh peserta didik, merupakan mata pelajaran yang
disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu sebagaimana yang
tertuang dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Pembelajaran IPS
yang disusun secara terpadu, memiliki tujuan agar peserta didik dapat
memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan. Oleh sebab itu, pembelajaran IPS di tingkat SMP dan MTs
di Indonesia seharusnya menerapkan pembelajaran IPS secara terpadu.

10
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia banyak
dipengaruhi dari perkembangan Social Studies di negara barat. Social
Studies adalah sebutan mata pelajaran IPS yang ada di sekolah luar negeri
seperti di Amerika. Sapriya (2009: 34) menyatakan bahwa “sejumlah teori
dan gagasan Social Studies telah banyak mempengaruhi perkembangan
mata pelajaran IPS sebagai bagian dari sistem kurikulum di Indonesia”.
Salah satu lembaga di luar negeri yang berasal dari Amerika Serikat yang
terkenal dengan nama National Council for Social Studies (NCSS)
mendefinisikan dan merumuskan pengertian Social Studies sebagai
berikut:
Social Studies is the integrated study of the social sciences and
humanities to promote civic competence. Within the school program,
Social Studies provides coordinated, systematic study drawing upon
such disciplines as anthropology, archaeology, economics,
geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sociology, as well as appropriated content from the
humanities, mathematics, and natural sciences. (Savage, 1996: 9).
Berdasarkan pendapat NCSS, maka Social Studies adalah integrasi
dari berbagai macam disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu humaniora yang
dapat mengembangkan kemampuan dan kompetensi kewarganegaraan
yang dimiliki oleh peserta didik. Social Studies terdiri dari berbagai
macam displin ilmu sosial misalnya antropologi, ekonomi, geografi,
sejarah, hukum, politik, agama, sosiologi, bahkan tentang matematika dan
ilmu alam. 
11
Pendapat senada dijelaskan oleh Ross (2006: 22) yang menjelaskan
beberapa pendekatan, isi, dan maksud tentang mata pelajaran IPS sebagai
kurikulum, yakni:
Subcjet-centered approaches argue that the Social Studies curriculum
derives its content and purposes from disciplines taught in higher
education. Some advocates would limit Social Studies curriculum ti
the study of traditional history and geography while others would also
include the traditional social sciences (e.g., anthropology, economics,
political science, sociology, psychology). Still other would inter and
multidisciplinary areas such as ethnic studies, law, women’s studies,
cultural studies, and gay/lesbian studies.
Berdasarkan pendapat Ross, maka mata pelajaran IPS atau yang
dikenal dengan Social Studies tidak hanya sebatas disiplin ilmu sosial yang
terdiri dari antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, dan hukum namun
dapat dikaitkan dengan berbagai multidispliner keilmuan yang terdiri dari
suku, gender, budaya, dan penyimpangan sosial.
Begitu pula dengan mata pelajaran IPS yang ada di Indonesia.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009:7) bahwa “mata
pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata
pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta pelajaran ilmu sosial
lainnya”. Muhammad Numan Somantri (2001: 44) menjelaskan dan
merumuskan tentang IPS di tingkat sekolah adalah “suatu penyederhanaan
disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama
yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
tujuan pendidikan”. Dengan demikian, maka mata pelajaran IPS di 
12
Indonesia ialah penyederhanaan ilmu-ilmu sosial yang disajikan secara
ilmiah dan psikologis yang memiliki tujuan untuk bidang pendidikan.
Dari berbagai macam pendekatan yang diungkapkan oleh para ahli,
maka pada hakikatnya mata pelajaran IPS untuk tingkat SMP dan MTs
adalah integrasi dan penyederhanaan dari berbagai macam displin ilmuilmu sosial yang disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu.
Dengan pendekatan tersebut, diharapkan peserta didik dapat memperoleh
pemahaman yang lebih luas dan mendalam.
2. Tujuan Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs di
Indonesia memiliki salah satu tujuan untuk mengembangkan kesadaran
dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sebagaimana yang
tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Supardi, 2010: 185).
Hal ini sejalan dengan tujuan mata pelajaran IPS di negara barat yang
dikenal dengan Social Studies.
Ada beberapa tujuan social studies di Amerika sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ross (2006: 18) yaitu “Social Studies in the broadest
sense, that is, the preparation of young people so that they possess the
knowledge, skills, and values neccessary for active participation in society,
has been a primary part of schooling in North America since colonial
times. Menurut Ross, Social Studies memiliki tujuan untuk mempersiapkan
kemampuan peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, 
13
dan nilai agar siswa mampu berpatisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan
masyarakat.
Menurut NCSS (Savage, 1996: 9) mata pelajaran IPS atau Social
Studies memiliki tujuan untuk “the primary purpose of Social Studies is to
help young people develop the ability to make informed and reasoned
decision for the public good as citizens of a culturally diverse democratic
society in an interdependent world”. Berdasarkan pendapat NCSS, maka
tujuan utama Social Studies ialah mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam kehidupan bernegara dan menjadikan peserta didik sebagai
masyarakat yang demokratis dan mampu bekerja sama dengan masyarakat
dunia.
Begitu pula dengan tujuan mata pelajaran IPS di Indonesia tingkat
SMP dan MTs, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arnie Fajar (2005:
114), yakni:
a. Mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, pemecahan masalah,
dan keterampilan sosial.
b. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
kemanusiaan
c. Meningkatkan kemampuan berkompetisi dan bekerja sama dalam
masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun
internasional.
Muhammad Numan Somantri (2001: 44) mendefinisikan dan
merumuskan tujuan IPS untuk tingkat sekolah sebagai mata pelajaran,
yaitu 1) menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral
ideologi negara, dan agama, 2) menekankan pada isi dan metode berpikir 
14
ilmuan sosial, dan 3) menekankan pada reflective inquiry. Berdasarkan
pendapat Numan Somantri, maka mata pelajaran IPS di tingkat SMP,
menekankan kepada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral,
ideologi, agama, metode berpikir sosial, dan inquiry.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka tujuan mata pelajaran
IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama di Indonesia, untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, keterampilan sosial, dan
membangun nilai-nilai kemanusiaan yang majemuk baik skala lokal,
nasional, dan global.
3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs
Berdasarkan tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang telah
dijelaskan di atas, maka untuk mengembangkan tujuan tersebut diperlukan
suatu ruang lingkup keilmuan untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS di
kelas. Arnie Fajar (2005: 114) menjelaskan beberapa ruang lingkup mata
pelajaran IPS di SMP dan MTs yang dapat dikaji oleh peserta didik, yaitu
sebagai berikut:
a. Sistem Sosial dan Budaya
b. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
c. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan
d. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
e. Sistem Berbangsa dan Bernegara
Supardi (2011: 186), menjelaskan dan merumuskan beberapa hal
tentang ruang lingkup IPS yang didasarkan kepada pengertian dan tujuan
dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yakni: 
15
a. Materi kajian IPS merupakan perpaduan atau integrasi dari berbagai
cabang-cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, sehingga akan lebih
bermakna dan kontekstual apabila materi IPS didesain secara terpadu.
b. Materi IPS juga terkait dengan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan dan kebangsaan, seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan dunia global.
c. Jenis materi IPS dapat berupa fakta, konsep, dan generalisasi, terkait
juga dengan aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan nilai-nilai
spritual.
Dengan demikian ruang lingkup mata pelajaran IPS di SMP dan MTs,
merupakan perpaduan dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, ilmu
humaniora, dan masalah-masalah sosial baik berupa fakta, konsep, dan
generalisasi untuk mengembangkan aspek kognitif, psikomotor, afektif,
dan nilai-nilai spiritual yang dimiliki oleh peserta didik.
B. Hakikat Pembelajaran Terpadu
1. Definisi Pembelajaran Terpadu
Pengembangan pembelajaran IPS di Indonesia dilakukan secara
sistematis, komprehensif, dan terpadu. Ada berbagai macam pendekatan
dalam pembelajaran terpadu di Indonesia salah satunya ialah pembelajaran
yang dikaitkan dalam suatu tema, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ujang Sukandi (Sugiyanto, 2010: 127) bahwa “pengajaran terpadu pada
dasarnya sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan beberapa mata
pelajaran dalam suatu tema”.
Sedangkan Oemar Hamalik (2005: 133) menjelaskan dan
mendefinisikan pembelajaran terpadu sebagai berikut, yakni: 
16
Suatu sistem pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah atau
proyek yang dipelajari/dipecahkan oleh siswa baik secara individual
maupun secara kelompok dengan metode yang bervariasi dan dengan
bimbingan guru guna mengembangkan pribadi siswa secara utuh dan
terintegrasi.
Berdasarkan pendapat dari Oemar Hamalik, maka pembelajaran IPS
secara terpadu dapat dikaitkan atau bertitik tolak dari suatu masalah, yang
mana pokok masalah dapat dijadikan suatu tema untuk dipecahkan oleh
peserta didik baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok.
Pada hakikatnya, pembelajaran terpadu sebagai kegiatan mengajar
dengan memadukan atau mengkaitkan beberapa mata pelajaran dalam
suatu tema yang dapat dikaji oleh siswa baik secara individual maupun
kelompok. Dengan pembelajaran IPS yang diterapkan secara terpadu,
maka mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah-pisah, akan tetapi
dapat dikaitkan dengan beberapa konsep atau materi pelajaran lainnya
melalui suatu tema.
2. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran terpadu sebagai
kegiatan mengajar dengan memadukan atau mengkaitkan beberapa mata
pelajaran dalam suatu tema, yang dapat dikaji oleh siswa baik secara
individual maupun kelompok. Hal ini berarti sesuai dengan karakteristik
pembelajaran terpadu yang dikembangkan dari Depdikbud (Trianto, 2010:
61) yaitu: 
17
a. Holistik
Berbagai macam gejala dan fenomena dalam pembelajaran terpadu,
dapat diamati dan dikaji oleh siswa dari beberapa bidang kajian, tanpa
dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu
memungkinkan siswa untuk memahami fenomena dari segala sisi.
b. Bermakna
Pengkajian secara holistik, memungkin terjadinya jalinan atar konsep
yang saling berhubungan. Belajar bermakna pada “dasarnya
merupakan proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalan struktur kognitif seseorang” (Rusman,
2010: 252). Dengan demikian pembelajaran bermakna adalah
pembelajaran yang lebih menekankan kepada siswa untuk
mengkaitkan beberapa konsep keilmuan lainnya yang terkait dengan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa, sehingga siswa mampu
memecahkan suatu masalah dengan mengkaitkan beberapa konsep
keilmuan.
c. Otentik
Guru bersifat sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, guru
hanya memberikan bimbingan dan arahan di kelas. Kegiatan siswa di
dalam kelas sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan.
Sehingga siswa mampu memahami pembelajaran secara langsung dari 
18
hasil belajarnya sendiri, dan bukan sekedar pemberitahuan guru.
Informasi dan pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih otentik.
d. Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam
pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun
emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan pendapat di atas, maka karakteristik pembelajaran
terpadu dalam penelitan ini terdiri dari 1) menjelaskan materi pelajaran
IPS dari beberapa bidang keilmuan/konsep (holistik), 2) menjelaskan
konsep dan informasi lainnya yang saling terkait (bermakna), dan 3) guru
bersifat sebagai fasilitator yaitu memberikan bimbingan dan arahan kepada
siswa.
3. Pembelajaran Terpadu Dalam IPS
Penerapan pembelajaran IPS secara terpadu di Indonesia terutama
untuk tingkat SMP dan MTs, didasarkan kepada pengembangan model
keterpaduan yang dikembangkan oleh Tim Pengembang Pembelaharan
IPS Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Supardi 2011: 196) yang lebih
difokuskan kepada model keterpaduan integrated dan connected. Dalam
pengembangan organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu,
model keterpaduan integrated dan connected masuk dalam kurikulum
correlated dan kurikulum integrated. 
19
Ada berbagai macam karakteristik, kelebihan, dan kekurangan dalam
pembelajaran IPS secara terpadu baik keterpaduan tipe integrated dan
connected yaitu:
a. Pembelajaran Terpadu Tipe Connected (Correlated)
1) Karakteristik Pembelajaran Terpadu Tipe Connected
Menurut Hadisubroto (Trianto, 2010: 40) keterpaduan connected
ialah pembelajaran yang dilakukan dengan mengkaitkan satu pokok
bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengkaitkan satu
konsep dengan konsep yang lain, mengkaitkan satu ketrampilan
dengan ketrampilan yang lain, dan dapat mengkaitkan pekerjaan
hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu
bidang studi.
2) Keunggulan
a) Dengan adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam
satu bidang studi, siswa mempunyai gambaran yang lebih
komprehensif dari beberapa aspek tertentu dan mereka
mempelajari secara lebih mendalam.
b) Kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang
studi memungkinkan siswa untuk dapat mengkonseptualisasi
kembali gagasan secara bertahap.
c) Pembelajaran terpadu model terhubung tidak menganggu
kurikulum yang sedang berlaku. 
20
3) Kelemahan
Menurut Forgaty (Trianto, 2010: 41) ada beberapa kelemahan
dalam pembelajaran terpadu tipe connected antara lain:
a) Masih kelihatan interbidang studinya,
b) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim sehingga isi
pelajaran tetap fokus tanpa merentangkan konsep serta ide-ide
antarbidang studi.
b. Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated
1) Karakteristik Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated
Pembelajaran terpadu tipe integrated menggunakan pendekatan
antarbidang keilmuan yang konsepnya saling tumpangtindih
(Supardi, 2011: 196). Menurut Wina Sanjaya (2005: 40), pada
pembelajaran terpadu tipe integrated, mata pelajaran tidak lagi
menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi.
2) Keunggulan
a) Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi karena
dapat mencakup banyak dimensi.
b) Memotivasi siswa dalam belajar.
c) Tipe ini memberikan perhartian pada berbagai bidang yang
penting, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk
bekerja dengan guru lain. 
21
3) Kelemahan
a) Guru harus mempunyai konsep, sikap, dan keterampilan yang
diperioritaskan.
b) Sulit menerapkan tipe ini secara penuh.
c) Pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari bidang
studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.
(Trianto, 2010: 44)
Dari berbagai macam Pembelajaran terpadu yang dikembangkan di
Indonesia untuk tingkat SMP/MTs, maka peneliti memfokuskan kepada
Pembelajaran terpadu tipe connected. Pembelajaran terpadu tipe connected
selain mudah untuk dipadukan dan dikaitkan dengan berbagai macam
materi atau konsep keilmuan, pembelajaran IPS akan menjadi lebih luas
dan mendalam. Selain itu, pelajaran IPS di kelas tidak akan menganggu
kurikulum yang sedang berjalan, karena materi pelajaran dapat dikaitkan
dengan berbagai materi dalam SK dan KD yang sesuai.
4. Pembelajaran Terpadu Secara Connected
Pembelajaran terpadu secara connected biasa disebut juga dengan
correlated sebagaimana yang diungkapkan oleh Supardi (2011: 197).
Menurut Wina Sanjaya (2006: 40) pada organisasi kurikulum berdasarkan
pendekatan correlated, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan 
22
tetapi mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenis
dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi.
Trianto (2010: 39) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu tipe
connected merupakan model yang mengorganisasikan atau
mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang
ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan
yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan, kemampuan pada pokok
bahasan atau sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Berdasarkan
pendapat tersebut, maka pembelajaran terpadu tipe connected adalah
pembelajaran yang mengaitkan satu pokok bahasan, konsep, dan
keterampilan dengan pokok bahasan lainnya dalam suatu bidang studi.
Menurut Robin Forgaty (1991: 18) pembelajaran terpadu model
connected adalah “each disciplines connects particular topics, units, or
concept with connecting organizers”. Berdasarkan pendapat Forgaty,
pembelajaran terpadu secara connected, merupakan setiap disiplin ilmu
yang dapat dikaitkan dengan berbagai macam topic tertentu, suatu
masalah, dan suatu konsep yang saling menghubungkan. Sedangkan Wina
Sanjaya (2005: 40-41) menjelaskan beberapa tema dalam pendekatan
correlated, yaitu:
a. Pendekatan Struktural
Dalam pendekatan ini, kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari
beberapa mata pelajaran sejenis, misalnya kajian suatu topik tentang
geografi dapat ditinjau dari sejarah, ekonomi, atau budaya. 
23
b. Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini didasarkan kepada pengkajian masalah yang berarti
dalam kehidupan sehari-hari, selanjutnya topik dapat dikaji dari
berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan, misalnya
kemiskinan di tinjau dari sudut ekonomi, geografi, dan sejarah.
c. Pendekatan Daerah
Pada pendekatan ini materi pelajaran ditentukan berdasarkan lokasi
atau tempat, misalnya membahas daerah Ibu Kota ditinjau dari
keadaan iklim, sejarah, sosial-budaya, ekonomi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka pembelajaran terpadu
secara connected, pembelajaran yang mengkaitkan satu pokok bahasan,
konsep, dan ketrampilan dengan pokok bahasan lainnya dalam suatu
topik/tema. Pendekatan ini, memungkinkan guru dalam mengajarkan IPS
dapat mengkaitkan dengan beberapa konsep dan materi pelajaran.
5. Langkah-langkah Menyusun Pembelajaran Terpadu Secara
Connected
Keterpaduan connected merupakan keterkaitan yang berangkat dari
satu SK/KD/materi kemudian dicari hubungan dengan SK/KD/materi yang
lain. Pembelajaran terpadu model ini dilakukan dengan mengkaitkan satu
SK/KD/materi dengan SK/KD/materi yang lain (Supardi, 2011: 197).
Menurut Ruminiati (2007: 18), Pembelajaran terpadu model connected,
hanya memadukan topik-topik yang hampir sama dalam satu mata
pelajaran saja, misalnya topik-topik yang terdapat di dalam beberapa
standar kompetensi. Trianto (2010: 39) menjelaskan bahwa model
pembelajaran connected dapat dikaitkan secara spontan atau direncanakan
terlebih dahulu. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa 
24
pembelajaran IPS melalui pembelajaran terpadu secara connected, dapat
dilakukan dengan memadukan dan mengkaitkan SK/KD/materi dalam
suatu topik/tema baik dilakukan secara spontan atau direncanakan terlebih
dahulu. Menurut Ruminiati (2007: 19) langkah-langkah pelaksanaan
Pembelajaran terpadu secara connected terdiri dari:
a. Guru menentukan tema (SK/KD/Materi) yang akan dipilih.
b. Guru mencari tema (SK/KD/Materi) yang hampir sama.
c. Tema tersebut (SK/KD/Materi) diorganisasikan dalam tema induk.
d. Guru menjelaskan materi yang telah disusun.
e. Guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang diajarkan.
f. Dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,
g. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan
yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru.
h. Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan
tindak lanjut.
Menurut Prabowo (Sugiyanto, 2010: 139) pada dasarnya langkahlangkah pembelajaran terpadu (sintaks) mengikuti tahap-tahap yang dilalui
setiap model pembelajaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Berdasarkan pendapat tersebut, langkah-langkah yang disusun
dalam pembelajaran terpadu dalam penelitian ini, yang didasarkan kepada
pengembangan keterpaduan connected maka terdiri dari beberapa langkahlangkah yaitu: 
25
a. Perencanaan
Berdasarkan pendapat di atas, maka perencanaan pembelajaran
terpadu tipe connected, yaitu dengan mengkaitkan SK, KD, materi,
atau suatu konsep dalam suatu tema induk. Langkah-langkah yang
digunakan untuk mempermudah dalam menyusun perencanaan
(Sugiyanto, 2010: 139) terdiri dari:
1) Pemetaan Kompetensi Dasar
2) Penentuan Topik/Tema
3) Penjabaran (perumusan) Kompetensi Dasar ke dalam indikator
sesuai topik/tema
4) Pengembangan Silabus
5) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah
pembelajaran (Sugiyanto, 2010: 142). Langkah ini disesuaikan dengan
pembelajaran terpadu secara connected dan langkah-langkah
pembelajaran IPS secara terpadu pada umumya (Trianto, 2010 : 206)
yang terdiri dari:
1) Kegiatan Pendahuluan (Awal), terdiri dari menciptakan kondisi
awal pembelajaran yang kondusif (mengecek kesiapan belajar
siswa), melakukan apersepsi, penilaian awal (pre tes),
menyampaikan tujuan, dan menjelaskan kegiatan pembelajaran
yang harus ditempuh oleh siswa dalam mempelajari tema. 
26
2) Inti Pembelajaran, melaksanakan pembelajaran terpadu secara
connected yang terdiri dari guru menjelaskan materi yang telah
disusun, guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang
diajarkan, dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok
kecil, dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk mengerjakan
pertanyaan yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok
dari guru.
3) Kegiatan akhir dan tindak lanjut, yaitu melaksanakan dan mengkaji
penilaian akhir, melaksanakan tindak lanjut melalui kegiatan
pemberian tugas atau latihan di rumah, menjelaskan kembali bahan
pelajaran yang dianggap sulit, dan membaca materi pelajaran
tertentu.
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran IPS yang disusun
secara terpadu dengan tipe connected dalam penelitian ini, dikembangkan
dengan mengkaitkan SK, KD, materi, atau suatu konsep dalam suatu tema
induk. Langkah-langkah yang diterapkan terdiri dari perencanaan meliputi
pemetaan kompetensi dasar, penentuan tema, penjabaran kompetensi ke
dalam indikator, pengembangan silabus, dan menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran. Langkah kedua adalah pelaksanaan
pembelajaran di kelas yang terdiri dari tiga kegiatan, kegiatan pertama 
27
adalah kegiatan awal yaitu menciptakan kondisi awal pembelajaran yang
kondusif (mengecek kesiapan belajar siswa), melakukan apersepsi,
penilaian awal (pre tes), menyampaikan tujuan, dan menjelaskan kegiatan
pembelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dalam mempelajari tema.
Kegiatan kedua adalah kegiatan inti meliputi guru menjelaskan materi
pelajaran yang telah disusun, guru mengadakan tanya jawab tentang materi
yang diajarkan, dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,
dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan
yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru, dan
kegiatan ketiga adalah kegiatan akhir dan tindak lanjut misalnya kegiatan
pemberian tugas atau latihan di rumah, menjelaskan kembali bahan
pelajaran yang dianggap sulit, dan membaca materi pelajaran tertentu.
Langkah terakhir dalam pembelajaran terpadu adalah melakukan evaluasi
pembelajaran.
C. Tinjauan Kualitas Pembelajaran
1. Definisi Belajar
Kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah keterlibatan
siswa secara aktif di dalam kelas (Mulyasa, 2007: 241). Adanya
keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses pembelajaran di kelas,
menyebabkan adanya suatu kegiatan atau usaha secara sadar yang 
28
dilakukan oleh siswa untuk aktif di dalam kelas dan di luar kelas atau biasa
yang disebut dengan belajar.
Belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur
latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun lingkungan alamiah
sebagaimana yang diungkapkan oleh Hilgard (Wina Sanjaya, 2006: 89).
Berdasarkan pendapat Hilgard, maka belajar adalah proses perubahan
melalui suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa baik yang berada di
dalam kelas maupun yang berada di lingkungan alamiah siswa.
Wina Sanjaya (2006: 89) menjelaskan bahwa belajar bukanlah sekedar
mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi
dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan perubahan perilaku.
Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan
yang disadari. Berdasarkan pendapat dari Wina sanjaya, maka belajar
adalah proses mental atau aktivitas mental yang terjadi dalam diri
seseorang, sehingga menyebabkan suatu perubahan perilaku terhadap
siswa. Sugihartono (2007: 74) menjelaskan beberapa ciri-ciri perilaku
belajar:
a. Perubahan tingkah laku secara sadar.
Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku
menyadari terjadi perubahan tersebut.
b. Perubahan bersifat positif dan aktif.
Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar yang
bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa
bertambah lebih baik. Dan bersifat aktif adalah perubahan tidak terjadi
dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
c. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 
29
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan
yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka belajar adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh siswa secara sadar, baik yang dilakukan di dalam
kelas atau di luar kelas, agar siswa mengalami perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik, bertujuan, bersifat positif, dan aktif.
2. Definisi Pembelajaran
Istilah belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat,
sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan UndangUndang yang tertuang dalam Nomor 20 Tahun 2003, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi atau hubungan
antara siswa dengan guru dan sumber belajar. Hubungan interaksi antara
siswa dengan guru dan sumber belajar, menyebabkan adanya berbagai
macam kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas.
Menurut Wina Sanjaya (2006: 81) pembelajaran (instruction) yaitu
menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai
perlakuan guru. Pendapat yang senada dijelaskan oleh Mulyasa (2007:
241) bahwa keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting
dan menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Maka berdasarkan
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah salah 
30
satu bentuk usaha siswa untuk memperoleh dan mempelajari bahan
pelajaran yang berasal dari perlakuan guru. Kunci keberhasilan dalam
proses pembelajaran di kelas adalah keterlibatan siswa secara aktif di
dalam proses pembelajaran di kelas.
Mulyasa (2007: 28) menjelaskan bahwa dalam Proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi
aktif. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
proses pembelajaran di kelas, memiliki tujuan agar peserta didik dapat
berpatispasi secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka pembelajaran adalah suatu
kegiatan atau usaha peserta didik untuk memperoleh materi pelajaran yang
berasal dari interaksi antara guru dan sumber belajar. Keterlibatan peserta
didik di dalam kelas adalah kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran
di kelas.
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran di kelas, ada beberapa prinsip-prinsip
dalam pengelolaan proses pembelajaran di kelas sebagaimana yang
diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 30) yaitu:
a. Berpusat kepada siswa.
Prinsip ini mengandung makna, bahwa dalam proses pembelajaran
siswa menempati posisi sentral sebagai subyek belajar. Keberhasilan
proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi pelajaran
telah disampaikan guru, akan tetapi sejauh mana siswa telah 
31
beraktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Inilah
makna pembelajaran yang menekankan kepada proses (process
oriented).
b. Belajar dengan melakukan.
Prinsip ini mengandung makna, bahwa belajar bukan hanya sekedar
mendengarkan, mencatat, sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar
adalah proses beraktivitas, belajar adalah berbuat (learning by doing).
Dengan beraktivitas, siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai
sejumlah informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana
memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melaui aktivitas
mencari dan menemukan.
c. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah.
Proses pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan
keingintahuan setiap individu terhadap segala sesuatu yang terjadi.
d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah.
Pembelajaran adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah.
Sekecil apa pun kehidupan manusia tidak akan terlepas permasalahan
yang harus diselesaikan. Dengan demikian proses pembelajaran
mengharapkan siswa menjadi manusia kritis yang dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya, maka prinsip-prinsip
pembelajaran yang baik dan berkualitas adalah pembelajaran yang lebih
menekankan kepada proses yaitu pembelajaran yang lebih difokuskan
kepada aktivitas siswa dalam mencari, menemukan, melakukan,
mengembangkan rasa keingintahuan, dan memecahkan suatu masalah.
Dengan proses pembelajaran yang diorientasikan kepada proses atau
beraktivitas, maka siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah
informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh
informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan
menemukan. 
32
4. Definisi Kualitas Pembelajaran
Hamzah B. Uno (2010: 153) mendefinisikan kualitas pembelajaran
memiliki arti tentang mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran
yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran
yang baik pula. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dikatakan berkualitas, apabila kegiatan pembelajaran
yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran
yang baik pula.
Pembelajaran yang baik menurut Nana Syaodih Sukmandiata (2006:
21) adalah pembelajaran yang menuntut pada keaktivan siswa. Dalam
pembelajaran demikian, siswa tidak lagi ditempatkan dalam posisi pasif
sebagai bahan penerima bahan ajaran yang diberikan oleh guru, tetapi
sebagai subyek aktif melakukan proses berpikir, mencari, mengolah,
mengurai, menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah.
Pendapat yang senada dijelaskan oleh Mulyasa (2006: 209) bahwa
kualitas pembelajaran yang baik, dapat dilihat dari segi proses dan dari
segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan
berkualitas, apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar 75%
peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam
proses pembelajaran.
Wina Sanjaya (2006: 30) menjelaskan hal yang sama, bahwa
keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi 
33
pelajaran telah disampaikan oleh guru, akan tetapi sejauh mana siswa telah
beraktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Inilah
makna pembelajaran yang menekankan kepada proses (process oriented).
Menurut Johnson (Trianto, 2010: 55) pembelajaran harus dilihat dari
dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah
pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan
serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan kreatif. Aspek produk
mengacu apakah pembelajaran mencapai tujuan, yaitu meningkatkan
kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi
yang ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu
aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung dengan baik.
Wina Sanjaya (2006: 29) menjelaskan bahwa proses pembelajaran
tidak semata-mata diarahkan agar siswa mampu mengusai sejumlah bahan
atau materi pembelajaran melalui metode penuturan, akan tetapi
pembelajaran sungguh-sungguh diarahkan agar siswa belajar secara aktif
untuk menguasai kompetensi tertentu sesuai dengan kurikulum. Dengan
demikian kualitas pembelajaran di kelas memiliki tujuan agar peserta didik
aktif belajar di dalam kelas.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka pembelajaran dikatakan
berkualitas, apabila siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
di kelas. Keterlibatan siswa secara aktif di dalam kelas biasa disebut
dengan pembelajaran yang menekankan kepada proses. Aspek proses, 
34
mengacu sejauh mana siswa telah beraktivitas untuk mencari dan
menemukan di dalam proses pembelajaran. Dengan beraktivitas, siswa
tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara
menghafal, akan tetapi bagaimana siswa memperoleh informasi melalui
aktivitas mencari dan menemukan di dalam proses pembelajaran.
5. Ciri-Ciri Pembelajaran Berkualitas
a. Proses Pembelajaran
1) Siswa
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 30)
keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi
pelajaran telah disampaikan oleh guru, akan tetapi sejauh mana siswa
telah beraktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri.
Inilah makna pembelajaran yang menekankan kepada proses (process
oriented). Berdasarkan pendapat dari Wina Sanjaya, maka
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas, apabila siswa terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas atau biasa disebut
dengan pembelajaran yang menekankan kepada proses. Aspek proses
mengacu sejauh mana siswa telah beraktivitas untuk mencari dan
menemukan di dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa secara aktif
di dalam maupun di luar kelas merupakan kunci keberhasilan dalam
proses pembelajaran di kelas. 
35
Arnie Fajar (2005: 13) menjelaskan beberapa bentuk aktivitas siswa
yang aktif di dalam kelas, yang dimaksud aktivitas atau kegiatan disini
adalah aktivitas jasmaniah maupun mental, yang dapat digolongkan
dalam 5 hal yaitu:
a) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis,
melakukan eksperimen, dan demonstrasi.
b) Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak,
tanya jawab, diskusi, menyanyi.
c) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan
penjelasan guru, ceramah, pengarahan.
d) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari,
menggambar, melukis.
e) Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat
makalah, membuat surat.
Apabila siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan di dalam kelas,
yang terdiri dari aktivitas visual, lisan, mendengarkan, gerak, dan
menulis, maka dapat simpulkan beberapa aktivitas siswa yang aktif di
dalam kelas, yaitu:
a) Siswa melihat dan mendengarkan penjelasan dari guru (perhatian
siswa di kelas).
b) Siswa menulis penjelasan dari guru.
c) Siswa membentuk kegiatan kelompok.
d) Siswa aktif dalam kegiatan kelompok.
e) Siswa menyampaikan pendapat.
f) Siswa menyampaikan pertanyaan.
g) Siswa melakukan presentasi baik secara kelompok maupun individu. 
36
h) Siswa mendengar dan melihat temannya saat melakukan presentasi.
i) Siswa membuat laporan diskusi.
j) Siswa mengerjakan tes.
Berdasarkan pendapat di atas, maka aktivitas pembelajaran siswa di
dalam kelas, terdiri dari mendengarkan penjelasan dari guru, melihat
penjelasan dari guru, menulis penjelasan dari guru, siswa terlibat secara
aktif baik secara kelompok dan individu, siswa melakukan presentasi,
siswa menyampaikan pendapat, dan menjawab pertanyaan baik secara
individu maupun kelompok.
Kegiatan pembelajaran di kelas yang dilakukan secara kelompok,
menyebabkan siswa harus berpatisipasi secara aktif dalam kelompok
yang terdiri dari:
a) Siswa aktif dalam kelompok,
b) Siswa atau kelompok aktif bertanya saat presentasi,
c) Siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru atau temannya saat
presentasi,
d) Siswa atau kelompok membuat laporan sederhana,
e) Siswa atau kelompok melakukan presentasi.
Berdasarkan kajian di atas, maka pembelajaran dikatakan berhasil
dan berkualitas, apabila siswa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran di kelas atau biasa disebut dengan pembelajaran yang
menekankan kepada proses. Aspek proses mengacu sejauh mana siswa 
37
telah beraktivitas untuk mencari dan menemukan di dalam proses
pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses
pembelajaran terdiri dari siswa memperhatikan guru di kelas, siswa
menulis penjelasan dari guru, adanya pembentukan kegiatan kelompok,
siswa aktif dalam kegiatan kelompok, siswa menyampaikan pendapat,
siswa menyampaikan pertanyaan, siswa melakukan presentasi baik
secara kelompok maupun individu, siswa mendengar dan melihat
temannya saat melakukan presentasi, siswa membuat laporan diskusi,
dan mengerjakan tes. Adapun aktivitas siswa secara kelompok, yang
terdiri dari siswa aktif dalam kelompok, siswa atau kelompok aktif
bertanya saat presentasi, siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru
atau temannya saat presentasi, siswa atau kelompok membuat laporan
sederhana, siswa atau kelompok melakukan presentasi.
2) Guru
Sasaran utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah
siswa sebagaimana yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 30)
bahwa dalam proses pembelajaran siswa menempati posisi sentral
sebagai subyek belajar. Pembelajaran berkualitas lebih ditekankan
kepada aktivitas siswa yang aktif di dalam kelas, namun ada berbagai
macam upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengaktifkan siswa di
dalam proses pembelajaran sebagaimana yang diungkapkan oleh
Martinis Yamin (2009: 172), yaitu: 
38
a) Penyediaan pertanyaan yang mendorong siswa berpikir
Dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran, guru harus memiliki
kemampuan merancang pertanyaan dan mampu menyajikan
pertanyaan sehingga memungkinkan siswa terlibat baik secara
mental maupun fisik. Pertanyaan dapat merangsang siswa berpikir.
b) Penyediaan umpan balik yang bermakna
Umpan balik adalah respon atau reaksi pendidik terhadap perilaku
peserta didik. Yakni respon pendidik terhadap pertanyaan, pendapat,
hasil kerja, bahkan kesalahan peserta didik.
c) Belajar secara kelompok
Suatu cara mengaktifkan siswa adalah melalui belajar kelompok.
Jika siswa belum bisa bekerja efektif dalam kelompok, maka guru
boleh menetapkan tugas untuk masing-masing kelompok dengan
mempertimbangkan berapa hal seperti:
(1) Kelompok kecil (dua sampai tiga siswa) dan guru menetapkan
anggota kelompok.
(2) Tugas itu dapat dilaksanakan dalam waktu singkat
(3) Tugas itu sederhana
d) Penyediaan penilaian
Menilai adalah mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar
peserta didik, tentang apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai
peserta didik. 
39
Berdasarkan pendapat di atas, maka upaya yang dilakukan oleh
pendidik untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas terdiri dari
menyediakan pertanyaan, memberikan umpan balik, belajar secara
kelompok, dan melakukan penilaian. Apabila langkah-langkah di atas
telah dikembangkan oleh pendidik dengan baik, maka proses
pembelajaran siswa di dalam kelas untuk meningkatkan proses
pembelajaran akan mengalami peningkatan. Makna pembelajaran yang
menekankan kepada proses adalah sejauh mana siswa telah beraktivitas
untuk mencari dan menemukan di dalam proses pembelajaran.
b. Dari Segi Hasil (Produk)
Menurut Johnson (Trianto 2009: 55) pembelajaran harus dilihat dari
dua asepek, yaitu aspek proses dan aspek produk. Aspek proses
mengacu sejauh mana siswa telah beraktivitas untuk mencari dan
menemukan di dalam proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2006: 30).
Sedangkan dari segi produk, mengacu apakah pembelajaran mencapai
tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar
kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan sebagaimana yang
diungkapkan oleh Johnson (Trianto 2009: 55). Dengan demikian, dari
segi hasil (produk) pembelajaran dikatakan berkualitas, apabila
kemampuan siswa meningkat sesuai dengan standar yang telah
ditentukan. 
40
Hal yang sama diungkapkan oleh Mulyasa (2006: 191) apabila siswa
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, maka peserta didik
akan mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
pemahaman dan kompetensinya. Menurut Hisyam Zaini (2008: xiv)
dengan pembelajaran secara aktif maka peserta didik akan merasakan
suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat
dimaksimalkan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran dari segi hasil
dikatakan berkualitas apabila pembelajaran telah mencapai tujuannya,
yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar
kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan. Dalam penelitian
ini, maka pembelajaran dari segi hasil dikatakan berkualitas, ditandai
dengan adanya peningkatan kemampuan atau kompetensi siswa dalam
memahami materi pelajaran.
D. Penelitian yang Relevan
 Ada beberapa hasil penelitian yang terkait dengan pembelajaran terpadu
di kelas, baik penelitian yang beredar di internet atau berasal dari perguruan
tinggi seperti di UNY, misalnya:
1. Menurut salah satu jurnal yang diterbitkan oleh Cakrawala Pendidikan
Volume 2 No. 2 Tahun 2010 dengan penulis Alexon dan Nana Syaodih
Sukmadinata dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran
Terpadu Berbasis Budaya Untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa 
41
Terhadap Budaya Lokal”. Jurnal ini melakukan penelitian tentang model
pembelajaran terpadu berbasis budaya (MPTBB) yang dirancang agar
dapat memfasilitasi siswa menguasai materi pelajaran IPS sebagai upaya
meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal. Dengan demikian,
penelitian ini membahas pembelajaran terpadu dengan tema berbasis
budaya. Hasil penelitianya, membuktikan bahwa penggunaan MPTBB
dalam mata pelajaran IPS SD, bukan hanya memiliki pengaruh positif
terhadap peningkatan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, tetapi juga
berpengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan siswa terhadap
materi IPS terutama yang berada di kelas eksperimen. Hasil pengujian
dalam penelitian ini, mencapai hasil yang signifikan.
2. Menurut salah satu jurnal pendidikan yang diterbitkan oleh Universitas
Terbuka (UT) Volume 6 No.1 pada bulan Maret Tahun 2005 yang ditulis
oleh Aini Indriasih dengan judul “Pembelajaran Terpadu Dalam
Pengajaran IPS Di Kelas III SD Garung Lor Kaliwungu Kabupaten
Kudus”. Jurnal ini melakukan penelitian tentang pembelajaran terpadu
dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitianya menunjukan bahwa
pembelajaran terpadu lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional
dalam hal perolehan hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari perolehan
mean antara Pembelajaran Terpadu (mean = 20,95) dan Pembelajaran
Konvensional (mean = 15,00), yang mana pembelajaran terpadu lebih
efektif dari pada pembelajaran konvensional terhadap perolehan hasil 
42
belajar siswa di SD Garung Lor 01 dan SD Garung Lor 02 kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Kudus.
 Berdasarkan penelitian di atas, maka pembelajaran terpadu di dalam
proses belajar mengajar di kelas mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, baik dari segi pemahaman materi pelajaran maupun dari segi hasil
peningkatan hasil belajar siswa.
E. Kerangka Berpikir
Sebagaimana yang telah diuraikan dalam kajian teori dan latar belakang
masalah, pada umumnya kualitas pembelajaran di kelas VII C masih belum
optimal. Kualitas pembelajaran yang masih kurang di dalam kelas, ditandai
dengan rendahnya aktivitas siswa di kelas, misalnya siswa belum aktif dalam
proses pembelajaran di kelas, tidak memperhatikan guru di kelas, siswa ramai
dalam proses pembelajaran di kelas, serta belum aktifnya siswa dalam
kegiatan kelompok. Kualitas pembelajaran yang masih kurang, selain ditandai
dengan aktivitas siswa yang rendah, ditandai pula dengan kemampuan siswa
dalam memahami pelajaran yang masih di bawah KKM yaitu dengan ratarata 63.
Melihat adanya berbagai macam masalah yang terjadi di dalam kelas,
maka diperlukan suatu rencana pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, dapat dilakukan dengan
menerapkan pembelajaran IPS melalui pembelajaran terpadu. 
43
Pembelajaran IPS yang disusun secara terpadu, diupayakan agar peserta
didik dapat mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara
holistik, otentik, dan aktif. Dengan pembelajaran IPS yang disusun secara
terpadu, diharapkan kualitas pembelajaran di kelas yang ditandai dengan
peningkatan aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pembelajaran terpadu
dalam penelitian ini dikembangkan dalam pembelajaran terpadu tipe
connected. Pembelajaran terpadu tipe connected, dilakukan dengan
mengkaitkan berbagai konsep, materi, SK, KD, dengan mengkaitkan dengan
berbagai SK, KD, atau materi dalam suatu pelajaran.
Ada beberapa langkah dalam mengembangkan pembelajaran terpadu
dalam pelajaran IPS, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Perencanaan terdiri dari pemetaan kompetensi dasar, penentuan
topik atau tema, penjabaran kompetensi dasar ke dalam indikator sesuai topik
atau tema, pengembangan silabus, dan penyusunan desain atau rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Langkah kedua adalah pelaksanaan yang
terdiri dari kegiatan awal, inti, dan penutup. Dan langkah terkhir dengan
melakukan evaluasi baik tentang hasil pembelajaran dan proses pembelajaran
di kelas.
Setelah langkah-langkah pembelajaran terpadu diterapkan, maka
pembelajaran terpadu yang didesain secara connected, diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas yang ditandai dengan
peningkatan proses atau aktivitas siswa di dalam kelas serta pemahaman 
44
siswa terhadap materi pelajaran IPS mengalami peningkatan. Di bawah ini,
alur kerangka berpikir dalam penelitian ini, yaitu:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini, berdasarkan kajian teori dan kerangka
berpikir dapat dirumuskan bahwa pembelajaran IPS melalui pembelajaran
terpadu dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. 

Posting Komentar untuk "Pelajaran dan Depinisi ilmu pengetahuan Sosial (IPS) di SMP/Mts sederajat"